Jumat, 20 Maret 2015

Review lensa Nikon AF-S 18-300mm VR

Pemakai DSLR Nikon tentu kenal satu lensa zoom yang biasa disebut dengan lensa sapujagat, yaitu AF-S 18-200mm VR. Lensa ini disebut sapujagat karena dengan lensa ini pemakainya bisa memilih fokal dari wideangle (18mm) hingga telefoto (200mm) tanpa perlu berganti lensa. Tahun ini Nikon membuat satu lagi lensa yang rentang fokalnya bahkan lebih panjang yaitu AF-S 18-300mm VR, sehingga fokal efektifnya ekivalen dengan 28-450mm. Kali ini saya coba sajikan review singkat mengenai lensa baru ini, baik secara kesan pemakaian, kinerja dan tentunya kualitas optik.

Lensa Nikon AF-S 18-300mm VR ini termasuk lensa DX yang didesain khusus untuk DSLR dengan sensor APS-C. Ditinjau dari ukurannya memang lensa ini sudah termasuk besar dengan bobot lebih dari 800 gram dan panjang 120mm dan punya diameter filter 77mm. Lensa seharga USD 1000 ini masih tergolong lensa kelas konsumer, dengan ciri bodi terbuat dari plastik dan belum ada weatherseal layaknya lensa pro. Tapi lensa ini punya beberapa nilai plus seperti adanya jendela pengukur jarak, ring manual fokus yang bisa diputar di mode AF (ditandai dengan adanya tuas berkode M/A-M), dan switch pengunci di posisi 18mm supaya tidak melorot saat lensa menghadap bawah. 

Lensa yang punya 19 elemen (3 diantaranya ED dan 3 lagi aspherikal) ini akan semakin memanjang saat zoomnya diputar ke fokal tele, hingga mencapai panjang 220mm. Bukaan lensa ini juga akan mengecil saat dizoom, mulai dari f/3.5 di posisi 18mm, lalu mengecil jadi f/4 di posisi 28mm, f/5.3 di 50mm dan f/5.6 di 70mm. Dari 70mm hingga 300mm bukaan maksimalnya konstan di f/5.6 sehingga rentan blur bila kurang cahaya. Untuk itulah fitur VR terasa sangat dibutuhkan buat lensa ini. Nikon mengklaim VR di lensa ini bekerja hingga 4 stop, dengan dua mode yaitu Normal dan Active. Active mode bisa dipilih bila kamera dipakai di tempat yang tidak stabil/diam seperti didalam mobil yang bergerak. 

http://default.media.ipcdigital.co.uk/11134/000002145/7e84/AF-S-DX-Nikkor-18-300mm-f3.5-5.6G-ED-VR-main.jpg
Nikon AF-S 18-300mm VR
Penempatan tuas VR, fokus, switch 18mm semuanya di sebelah kiri dan mudah diakses dengan jempol kiri kita. Ring manual fokus berada di bagian belakang lensa, sementara ring untuk zoom berada di depan dengan ukuran yang pas. Putaran zoom terasa mantap saat diputar, tidak terlalu longgar atau sebaliknya. Skala indikator fokal hanya menyediakan angka 18mm-28mm-50mm-105mm-200mm-300mm dan untuk mendapat fokal lensa selain itu kita perlu menebak. Bahkan saat saya memutar lensa di posisi 200mm, data di EXIF menunjukkan fokal lensa adalah 195mm (ada sedikit deviasi disini). Ini adalah kompromi dari lensa yang termasuk superzoom, berbeda dengan lensa zoom yang rentangnya lebih sempit/pendek.

Kinerja  
Tidak ada keluhan mengenai kinerja auto fokus dari lensa ini. Motor SWM didalam lensa AF-S ini bekerja cepat dan suaranya terdengar lembut. Ring manual fokus di lensa ini bisa diputar kapan saja, meski tuas selektor fokus di lensa ada di posisi M/A. Berguna bila kita memakai auto fokus lalu setelah fokus didapat kita merasa perlu merubah sedikit jarak fokusnya. Di lensa Nikon yang murah meriah (misal lensa kit), kita harus menggeser tuas fokus di lensa dari A ke M barulah kita bisa melakukan manual fokus. Jarak fokus minimum lensa ini sendiri cukup lumayan dengan 45 cm di seluruh panjang fokal, kita bisa dapatkan foto close up yang punya rasio perbesaran 1:3.2 lumayan buat sekedar memotret benda yang cukup dekat. 
Fitur Vibration Reduction (VR) di lensa ini sudah generasi kedua, dengan klaim 4 stop dan ada dua mode (Normal dan Active). Dari pengujian yang dilakukan di fokal 300mm, VR yang diaktifkan bisa mendapatkan foto yang tajam meski memakai speed lambat antara 1/30 hingga 1/20 detik. Seperti biasa, untuk mendapatkan hasil terbaik kita tetap harus memegang kamera dengan stabil, lalu tombol shutter ditekan setengah (VR akan mulai bekerja), tunggu sejenak sampai gambar di jendela bidik tampak stabil barulah foto diambil.

Pengertian ISO


 
Sebagai komponen ketiga bisa digunakan sensitivitas sensor atau ISO. Bila dulu jaman fotografi film, kita perlu memilih film dengan ASA tertentu, maka di era digital ini nilai ISO bisa dirubah sesuai kebutuhan. Tiap kamera punya sensor yang ISO-nya bisa dirubah dari paling rendah (ISO dasar) sampai paling tinggi. Semakin tinggi ISO maka sensor semakin sensitif atau peka dalam menangkap cahaya. Rentang ISO di kamera umumnya berkisar dari ISO terendah (ISO 100 atau ISO 200) hingga ISO sangat tinggi (ISO 3200 atau ISO 6400).
 
ISO
ISO Setting
Hal-hal yang perlu diingat berkaitan dengan ISO adalah : 
  • semakin tinggi ISO maka sensor semakin peka terhadap cahaya, sehingga foto akan semakin terang
  • semakin rendah ISO maka sensor semakin tidak peka terhadap cahaya, sehingga foto akan semakin gelap
  • ISO tinggi akan membawa dampak adanya noise berupa bintik-bintik pada foto, akibat sensor yang dipaksa untuk lebih sensitif
  • semakin tinggi ISO maka noise akan semakin banyak, batas yang masih bisa diterima antara kualitas dan noise untuk kamera DSLR adalah ISO 1600
  • ISO bisa dinaikkan bila kondisi pemotretan cenderung kurang cahaya, sementara kita ingin memilih nilai shutter yang tidak terlalu lambat
Dengan memahami keterkaitan antara shutter, diafragma (aperture) dan ISO maka kita bisa menghasilkan foto dengan eksposur yang tepat dalam mode manual. Selain itu kita pun perlu mengenali peralatan yang dimiliki, seperti berapa shutter speed maksimum, berapa bukaan lensa maksimum dan berapa ISO maksimum kamera kita.

Aperture



Pada setiap lensa ada sebuah komponen bernama aperture, berbentuk lubang yang bisa diatur diameternya, dari yang terbesar hingga terkecil. Bila bukaan diafragma besar maka lensa akan memasukkan lebih banyak cahaya, bila bukaan dibuat lebih kecil maka cahaya yang masuk akan dikurangi. Besar kecilnya bukaan dinyatakan dalam deret f number, dimana bukaan besar punya f number kecil (misal f/1.8 atau f/2.8) dan bukaan kecil punya f number besar (misal f/22 atau f/36).
 
aperture
Aperture
Hal-hal yang perlu diingat berkaitan dengan bukaan diafragma adalah :  
  • semakin besar bukaan maka cahaya yang masuk akan semakin banyak, sehingga foto akan semakin terang
  • semakin kecil bukaan maka cahaya yang masuk akan semakin sedikit, sehingga foto akan semakin gelap
  • bukaan besar akan membuat ruang tajam (depth of field) menjadi semakin sempit, sehingga obyek akan tajam sedang latar belakang akan blur (out of focus)
  • bukaan kecil akan membuat obyek dan latar belakang sama-sama tajam

Shutter dalam Kamera



Komponen shutter speed (kecepatan rana) mengatur durasi atau lamanya eksposur. Untuk mengatur durasi ini, ada komponen dalam kamera yang bernama shutter, yang bertugas membuka dan menutup. Waktu yang dibutuhkan shutter untuk membuka sampai menutup disebut dengan kecepatan rana, dinyatakan dalam detik. Kecepatan rana di kamera umumnya berkisar antara 1/4000 detik (sangat cepat) hingga beberapa detik (sangat lambat). 

Hardware
Hal-hal yang perlu diingat berkaitan dengan shutter speed adalah : 
  • semakin cepat shutter maka cahaya yang direkam akan lebih singkat, sehingga foto akan semakin gelap
  • semakin lambat shutter maka cahaya akan direkam lebih lama, sehingga foto akan semakin terang
  • shutter cepat bisa dipakai untuk membekukan gerakan atau memotret benda yang bergerak cepat
  • shutter lambat bisa dipakai untuk membuat kesan gerakan, namun bila kecepatan yang dipilih terlalu lambat maka kamera perlu dipasang di tripod (untuk mencegah goyang yang menyebabkan foto menjadi blur)

Lensa Makro

Tidak semua lensa bisa menghasilkan rasio reproduksi 1:1 karena adanya keterbatasan kemampuan mengunci fokus terdekatnya (atau minimum focus distance). Maka itu lensa yang rasionya 1:1 pasti mampu mengunci fokus terhadap benda yang sangat dekat sehingga bisa menangkap ukuran sesungguhnya dari benda kecil yang difotonya. Upaya yang bisa dilakukan untuk itu cukup banyak, mulai dari menambah filter close-up, membalik lensa sampai menambah tube. Untung sekarang sudah mulai banyak lensa khusus makro 1:1 tanpa harus repot menambah ini itu. Tapi ada juga lensa yang memasang tulisan makro (biasanya lensa zoom) meski tidak memiliki rasio reproduksi maksimum 1:1 dan lensa ini pada dasarnya bukan lensa makro sebenarnya. Ada lensa makro yang maksimumnya hanya 1:3,7 dan ada juga yang 1:2. Lensa semacam itu tetap berguna untuk foto close-up karena memang bisa dipakai untuk memotret benda yang dekat tapi tidak 1:1. 
Satu yang perlu dipahami, bila lensa makro menyatakan mampu menghasilkan rasio 1:1 artinya itu adalah nilai maksimum, saat benda yang difoto berada agak jauh dari lensa maka pembesarannya juga akan menurun (logis kan..). Lalu bagaimana memastikan lensa yang dipakai memang benar 1:1? Gampang, foto saja penggaris dari jarak dekat sehingga skala yang ditampilkan adalah sepanjang 22 mm persis (asumsi sensor Canon APS-C adalah selebar 22 mm). Untuk itu mungkin lensa akan berada dekat sekali dengan penggaris, tergantung panjang fokal lensanya (biasanya lensa makro itu fix 40mm, 60mm, atau 100mm). Bila lensa berhasil mengunci fokus maka lensa tersebut memang 1:1. 
Jadi secara teori, foto dengan pembesaran lebih kecil dari 1:1 pada prinsipnya bukanlah foto makro, tapi foto close-up. Hanya saja kita akan repot kalau semua foto yang dikategorikan makro harus dicek benar-benar rasio reproduksinya. Lalu ada lagi yang namanya extreme macro (atau super makro), yaitu hasil foto yang lebih besar dari ukuran aslinya. Misalnya rasio reproduksinya adalah 4:1 atau 4x lipat ukuran normalnya. Hasil fotonya pun akan membesarkan detail dari obyek yang difoto, misal detail pada mata seekor lalat bisa ditampilkan dengan super makro ini.

Sistem auto fokus kamera EOS



Pada prinsipnya auto fokus (AF) di kamera EOS memakai motor AF yang ada di lensa, dengan kata lain semua lensa untuk sistem kamera Canon EOS memiliki motor auto fokus didalamnya. Hal ini berbeda dengan sistem Nikon dimana  lensa Nikon yang dibuat sebelum tahun 1992 belum dilengkapi dengan motor fokus (sehingga untuk auto fokus harus mengandalkan motor AF di bodi). Namun perhatikan kalau Canon membedakan kualitas motor fokus di lensanya (lensa murah dan lensa mahal diberikan motor AF yang berbeda jenis dan kualitasnya).
lensa EF
Canon Zoom Lens System
Terdapat dua jenis motor di lensa Canon, yaitu :
  • motor AFD (arc-form drive) atau micromotor drive -> untuk lensa murah
  • motor USM (ultrasonic motor) -> untuk lensa mahal

Motor AFD merupakan motor mikro yang konvensional dan murah. Didalamnya terdapat koil magnet yang berputar bila dialiri tegangan listrik. Motor ini bersuara berisik saat sedang berputar dan kecepatannya pun sedang-sedang saja. Perhatikan kalau lensa Canon EF/EF-S yang tidak diberi label USM artinya motor di dalamnya memakai sistem AFD alias motor fokus biasa.

USM canon
 
Di lain pihak, sistem USM di lensa Canon merupakan teknologi baru yang menggerakkan motor dengan gelombang yang memberikan kecepatan lebih tinggi namun dengan suara yang lebih halus. Prinsip serupa juga diterapkan oleh Nikon dengan motor SWM, Sigma dengan HSM dsb. Namun lagi-lagi Canon membagi lensa dengan teknologi USM ini kedalam dua kelompok, yaitu lensa USM untuk lensa mahal dan USM untuk lensa yang biasa. Semua lensa L series memakai motor jenis USM.

Adapun dua jenis motor USM di lensa Canon, yaitu :
  • USM berbasis ring untuk lensa mahal
  • USM berbasis micromotor untuk lensa yang lebih murah
 
Perbedaan keduanya ada di prinsip kerja dan kemampuan manual fokus instan (FTM full-time manual). Pada lensa USM berbasis ring, kita bisa langsung memutar ring manual fokus kapan saja kita mau. Jadi berpindah dari auto fokus ke manual fokus bisa dilakukan langsung tanpa memindah tuas AF ke MF. Bila memakai lensa non USM atau lensa USM murah (dengan micromotor), kita harus memindahkan tuas AF ke MF baru memutar ring manual fokus.

Lensa dengan kode USM atau bukan tidak akan berpengaruh pada kualitas optik, karena USM hanya menandakan sistem kerja motor AF saja. Bila anda dalam keseharian sering memotret benda yang bergerak, atau ajang olah raga dan perlu kinerja tercepat dari sistem AF lensa Canon, maka pilihlah lensa dengan teknologi USM didalamnya.
 
40mm STM
Canon Lens EF 40mm FIX
Inovasi berikutnya dalam hal auto fokus di lensa Canon adalah lensa STM. Lensa STM ini (Stepper Motor) dibuat untuk menutupi kelemahan Canon dalam hal auto fokus kontinu saat live view maupun merekam video. Canon mengembangkan teknologi STM ini bersamaan dengan modifikasi sensor (ditemui di EOS 650D dan kamera EOS-M) dimana sensor ditambahkan piksel deteksi fasa sehingga secara teori bisa auto fokus dengan cepat bila memakai lensa STM. Keuntungan kamera 650D yang dipasangkan dengan lensa STM adalah saat merekam video dimungkinkan auto fokus, bahkan fokus kontinu dengan cepat dan tidak bersuara (suara motor fokus tidak terekam di video). Kecepatan fokus dari lensa STM tidak secepat lensa USM, dan manual fokusnya bukan manual fokus mekanis tapi elektronik

Kamis, 19 Maret 2015

Sistem kamera DSLR CAnon

EOS adalah singkatan dari Electro Optical System yang berarti sistem optik yang memiliki rangkaian elektronik. Canon pertama kali memperkenalkan kamera film EOS pada bulan Maret 1987 dengan meluncurkan EOS 650 dengan kemampuan auto fokus. Saat ini kamera Canon EOS memiliki koleksi lensa yang sangat lengkap, dengan beragam kode dan istilah yang kadang membingungkan. Tulisan ini hendak menjabarkan sejarah singkat dan makna kode-kode yang kerap dijumpai di sistem kamera DSLR Canon EOS khususnya EOS Digital.
 
Sejarah singkat 
 
Kamera EOS Digital pertama dari Canon adalah EOS DSC 3 dengan sensor CCD 1,3 MP (kerjasama dengan Kodak) dan tahap penting dalam manufaktur EOS ada saat Canon akhirnya bisa memproduksi sendiri kamera EOS dengan meluncurkan EOS D30 pada tahun 2000 dengan sensor CMOS beresolusi 3 MP. Sebagai prosesor dari EOS Digital, digunakanlah prosesor dengan nama Digic yang kini sudah mencapai generasi kelima.

Kamera Canon yang dibuat sebelum 1987 memiliki mount FD yang hanya cocok untuk lensa Canon FD. Lensa FD hanya bisa manual fokus dan lensa FD ini tidak bisa dipasang di kamera EOS karena berbeda bentuk dan ukuran. Alhasil, pada saat itu pemakai kamera Canon FD yang ingin menjajal kamera Canon EOS harus membeli lensa baru. 

Transisi dari sistem kamera FD ke kamera EOS menjadi saat-saat bersejarah Canon yang penuh kritik dan terkesan spekulatif. Namun akhirnya kini Canon berhasil menikmati hasilnya karena transisi berjalan sukses dan Canon menebusnya dengan memproduksi banyak lensa untuk sistem EOS Digital yang berkualitas.

Lensa EF, EF-S dan EF-M

Lensa EF (electro focus) adalah lensa buatan Canon yang memiliki mount EF untuk sistem kamera EOS. Lensa EF bisa dipasang di bodi SLR Canon EOS film (35mm) maupun di bodi EOS digital apapun, baik dengan sensor full frame, APS-H maupun APS-C. Yang menjadi ciri sistem Canon EOS adalah seluruh kendali lensa EF diatur secara elektronik, seperti auto fokus dan pengaturan bukaan diafragma. Antara lensa EF dan kamera EOS terdapat pin kontak data yang memungkinkan kamera mengatur banyak hal di lensa, sekaligus mendeteksi jenis lensa yang terpasang.
 
 
Lensa EF memiliki banyak varian baik jenis prime (fix) ataupun zoom. Canon juga memiliki lensa EF kelas atas dengan ciri ada gelang merah di ujungnya yang biasa disebut dengan lensa L series (L : luxury). Lensa L ini memiliki kualitas optik yang prima dan kualitas material bodi yang lebih kokoh dan tahan cuaca.
Pada tahun 2003 Canon meluncurkan DSLR EOS 300D (Digital Rebel) dengan lensa kit EF-S 18-55mm. Inilah pertama kalinya diperkenalkan lensa EF-S dalam sejarah Canon. Lensa EF-S memiliki diameter image circle yang lebih kecil dari lensa EF, didesain khusus untuk DSLR dengan sensor APS-C. Ada issue kompatibilitas disini, yaitu lensa EF-S tidak bisa dipasang di kamera EOS dengan sensor Full Frame. Sebaliknya, kamera EOS Digital dengan sensor APS-C kompatibel dengan lensa EF maupun lensa EF-S. Huruf ‘S’ pada kode EF-S sendiri adalah singkatan dari Short (back focus), maksudnya lensa EF-S memiliki jarak fokus yang lebih dekat antara lensa dengan sensor dibanding dengan lensa EF.

Kini di pasaran tersedia banyak lensa EF dan juga EF-S. Bila anda berencana akan memiliki DSLR EOS dengan sensor full frame seperti EOS 6D, maka berinvestasilah pada lensa EF saja. Namun bila anda merasa cukup puas dengan DSLR EOS sensor APS-C seperti EOS 650D, EOS 60D atau EOS 7D (dan tidak ada rencana upgrade ke full frame), maka lensa EF-S bisa jadi pilihan.

Di tahun 2012 Canon meluncurkan format baru kamera mirrorless dengan nama EOS-M (M : mirrorless), sebuah sistem interchangeable lens dengan kamera kompak tanpa cermin. Meski kamera EOS-M memakai sensor APS-C yang sama seperti kamera DSLR Canon, tapi mount lensanya berbeda yaitu hanya lensa dengan kode EF-M yang bisa dipasang. Lensa lainnya seperti EF atau EF-S hanya bisa dipasang di bodi EOS-M dengan penambahan adapter.

Canon EOS-1D X, Kamera Kelas Berat Untuk Profesional

Sensor yang dipakai pada EOS-1D X berjenis full frame dengan 16 channel, dual line readout yang lebih cepat dari sensor sebelumnya yang hanya memakai 8 channel, single line readout. Maka itu tak heran kalau EOS-1D X mampu memotret sampai 12 fps dengan format RAW dan 14 fps untuk JPG.
Canon melengkapi EOS-1D X ini  dengan tiga buah prosesor. Prosesor yang ada di dalam kamera ini terdiri dari sepasang DIGIC 5+ dan sebuah Digic 4. Dua prosesor DIGIC 5+ dimaksudkan untuk mempercepat pengolahan gambar sedangkan satu Digic 4 yang dipakai di kamera ini digunakan khusus 'hanya' untuk kontrol AF dan metering. EOS-1D X juga menyediakan enam preset untuk memilih titik AF  yaitu Spot, Single Point, Single Point with surrounding four points, Single Point with surrounding eight points, Zone selection dan Automatic AF point selection seperti gambar di bawah ini : 
1DX AF area 

Selain itu beberapa fitur andalan lain diantaranya :
  • 61-Point High Density Reticular AF termasuk 41 cross-type titik AF
  • 100,000-pixel RGB metering sensor
  • continuous shooting sampai 14 fps untuk JPEG (dengan mirror diangkat)
  • ISO 100-51.200 (bisa diperluas dari ISO 50 sampai ISO 204.800)
  • dual joystick di bagian belakang
  • full HD dengan kompresi minimum (memory card 16 GB akan penuh hanya dalam waktu 6 menit)
Kamera yang ditujukan untuk para fotografer profesional ini sudah tersedia pada bulan Maret 2012.